Postingan

DARI PASSION MELEWATI PASSIO MENUJU PASKAH

DARI PASSION MELEWATI PASSIO MENUJU PASKAH Bagi seorang penulis dan editor di ujung penanya (laptop atau PCnya) selalu ada dua hal ini: Passion dan Passio. Passion itu mengandung niat, minat, bakat, kemauan, kesempatan dan kebiasaan untuk menuliskan ide-idenya. Tetapi sebelum mencapai hasil akhir yang membahagiakan, mencerahkan bahkan mengundang decap kagum pembaca (easter, paskah), seorang penulis dan editor harus melewati tahap via dolorosa, tahap passio, tahap jalan penderitaan. Tahap passio terbungkus dengan rapi di ruang privat, dan tak perlu diketahui pembaca. Karena sudah panggilan jiwa si penulis atau editor untuk menyajikan tulisan yang baik bagi pembaca, apapun cara dan jalannya. Yang dipentingkan adalah jalan akhirnya, kepuasan pembaca atas tulisan atau buku yang dibaca oleh pembaca. Dengan melewati tahap-tahap itu, seorang penulis atau editor akan menikmati kepuasan batin atau kepuasan spiritual yang bersifat personal. Apakah pembaca tidak mengalami kepuasan batin? Tentu sa

JALAN KE PUNCAK SYUKUR

JALAN KE PUNCAK SYUKUR Sebuah catatan pribadi tentang editor  Oleh: Alfred B. Jogo Ena Bagi yang setia pada proses: keindahan dan syukur yang berlimpah hanya bisa diperoleh setelah berjibaku melalui berbagi rintangan, terutama rintangan untuk menahan diri tidak terjebak pada hasil yang isntant. Perlu banyak cucuran keringat dan air mata. Perlu matiraga terhadap berbagai keinginan diri, termasuk keinginan untuk menyerah di tengah jalan. Bekerja untuk ikut mencerdaskan bangsa - melalui penulisan dan penerbitan buku - memang tidak boleh setengah-setengah, termasuk mendampingi para calon penulis haruslah dengan sepenuh hati dan kesabaran. Dan buah dari pendampingan adalah kemandirian dari yang didampingi/dibimbing itu sendiri. Sebab apalah artinya kerja keras kalau tidak membiarkan mereka tidak berkembang sementara mereka sudah menginvestasikan banyak baik tenaga dan uangnya. Bekerja sebagai seorang editor itu bekerja di jalan sunyi, bekerja di balik layar, bekerja di balik nama penulis. K

WATU NESAJA

Gambar
WATU NE SAJA #Mengenang masa kecil di Malapedho Angin senja mendesir di antara dedaunan lontar bergandengan dengan pucuk-pucuk nyiur melambai pada anak-anak bertelanjang dada berperahu rakitan batang pisang berlatih berenang di pusaran buih-buih sembari memancing makan malam pada umpan-umpan di antara bebatuan kalau mujur dapat gurita. Saban senja anak-anak melompat pada Watu ne Saja yang kokoh lestari tak peduli musim berganti dari generasi ke generasi biarkan diri diinjak juga dikencingi anak-anak yang lagi memancing juga paman-paman yang menyelam mencari pengganti uang sekolah menenteng bedil penuh ikan kadang gurita dengan lebam pada pundak dan luka menganga pada tangan tertikam karang-karang saat melawan ombak yang menerjang bersamaan bedil yang memakan ikan tak berdaya. Watu Ne Saja, kisah tentang masa kecil tak lekang waktu tak terhapus zaman selalu menunggu untuk pulang anak-anak yang merantau duduk bakar lilin di pusara ine ebu (leluhur) bergincu sirih pinang bersama ema pame

TANAMKAN JEJAK (2)

Gambar
TANAMKAN JEJAK (2) Alfred B. Jogo Ena Memaknai komunitas yang melebur menjadi garam dan terang Senja yang mendekat membawa aroma kopi bersama sejuta kenangan Tak terbendung hari berlalu seperti sediakala tinggalkan jejak peradaban Sebelum nisan berdiri tanamkan saja kata jadi jejak abadi (tulisan ini hendak membedah lebih luas puisi singkat yang saya tulis kemarin sore, 17/07/2020 di dinding FB saya) sambungan... Setelah pelatihan pertama mencubit keluar diri, pelatihan kedua lebih memecut ke dalam diri dengan tema "Ayat-Ayat Dahsyat Yang Mengubah Hidup." Dalam pelatihan yang dilaksanakan bulan Oktober 2016 ini para peserta diminta untuk tidak hanya duc in altum, bertolak ke tempat yang dalam, tetapi juga berani menyelam dalam kedalaman diri. Kalau dalam pelatihan pertama peserta diajak untuk melihat keluar dirinya, pada pelatihan kedua peserta diajak untuk melihat dirinya: pengalamannya, kelebihan dan kekurangannya dan terutama merasa hidup dan dihidupi oleh ayat-ayat kehidu

TANAMKAN JEJAK (1)

Gambar
TANAMKAN JEJAK (1) Alfred B. Jogo Ena Memaknai komunitas yang melebur menjadi garam dan terang Senja yang mendekat membawa aroma kopi bersama sejuta kenangan Tak terbendung hari berlalu seperti sediakala tinggalkan jejak peradaban Sebelum nisan berdiri tanamkan saja kata jadi jejak abadi (tulisan ini hendak membedah lebih luas puisi singkat yang saya tulis kemarin sore, 17/07/2020 di dinding FB saya) Sampai pagi ini, anggota komunitas ini sudah 3,593 orang yang berasal dari berbagai latar belakang dan asal. Semuanya memperindah dan memperkokoh makna komunitas ini. Bagi kita ini sebuah kekayaan yang luar biasa. Di sinilah kita melebur menjadi garam sekaligus terang satu sama lain. Sejak berdirinya tahun 2014, komunitas ini perlahan tapi pasti mulai menggeliat dalam kancah literasi sekurang-kurangnya bagi para anggotanya. Meski belum bergaung banyak secara nasional, namun patut disyukuri bahwa kehadiran komunitas ini kemudian "menetas" dalam komunitas lokal (Semarang, Solo/Klat

MEREKA PERGI BERURUTAN

MEREKA PERGI BERURUTAN Refleksi Kecil tentang Berpulang Ke Rumah Abadi Alfred B. Jogo Ena Empat Maestro Hampir setahun silam, tepatnya pada 19 Juli 2019, Indonesia kehilangan seorang budayawan, jurnalist, seniman dan penulis serba bisa Arwendo Atmowiloto. Ia meninggal karena kanker prostat. Ia meninggal pada usia 70 tahun. Ia telah menjejakkan dirinya dalam sejarah literasi Indonesia. Penulis cerpen, novel dan naskah sinetron ini begitu familiar di kalangan pencinta sinetron Keluarga Cemara. Buku kesaksiannya selama berada di penjara, Khotbah di Penjara, Menghitung Hari, Surkumur Mudukur dan Plekeyun sungguh menginspirasi saya saat awal-awal tinggal di Jawa dan saat mulai kuliah di Yogyakarta. Uang saku dua bulan saya tabung khusus untuk membeli buku-buku ini. Di dalam buku-buku ini kita akan melihat sisi lain seorang Arswendo yang sangat manusiawi dengan gayanya yang sangat lucu dan mengundang kita untuk menuntaskan bacaan. Tak boleh tunda sebelum habis. Namun sayang buku-buku itu tak

IBU-IBU HEBAT BERBAGI CINTA

Gambar
“Tahukah engkau semboyanku? 'Aku mau!' Dua patah kata yang ringkas itu sudah beberapa kali mendukung dan membawa aku melintasi gunung keberatan dan kesusahan. Kata 'Aku tiada dapat!' melenyapkan rasa berani. Kalimat 'Aku mau!' membuat kita mudah mendaki puncak gunung.” Kutipan di atas merupakan semboyan yang inspiratif dari RA Kartini, pejuang kebebasan perempuan Indonesia yang hari rayanya kita kenang setiap 21 April. Ibu Kartini menekankan betapa pentingnya memilih kata-kata positif dan konstruktif. Pilihan kata bisa menentukan arah dan tujuan pencapaian kita. “Aku tidak dapat, melenyapkan rasa berani. Aku mau, membuat kita mudah mendaki gunung.” Kedua kata ini - aku tidak dapat dan aku mau - seakan mewakili para ibu yang menulis dalam buku ini. Kemauan mereka untuk berbagi mendorong mereka mengalahkan keengganan dan rasa malu untuk berbagi. Mereka mau berbagi semata-mata terdorong oleh niat untuk menularkan semangat kepada sesama. Semboyan Kartini seakan menj